Selasa, 12 Mei 2015

Bulan Mei Tanggal Tiga Belas, Satu Tahun Yang Lalu

Sore itu, tepat saat Diklat Teknis Substantif Dasar (DTSD) ku selesai, suami ku yang siang sebelumnya sempat makan siang bareng dengan ku datang menjemput dengan rona wajah yang ga' seperti biasanya. Wajahnya pucat, jalannya seperti menahan rasa sakit. "ga enak badan apa yang?" tanyaku, "ga tau nih.. perutku sakit!" jelasnya, "habis maghrib kita langsung ke dokter ya.." kataku, dan dia langsung mengangguk setuju. Entah kenapa, perasaanku kali ini bilang bahwa kita harus ke dokter sekarang!!

Selepas Maghrib, kami langsung pergi ke salah satu klinik di sektor 1 Bintaro (rujukan Askes nya suami). Disana suami diperiksa dan dinyatakan yang bermasalah adalah lambungnya. Kami dibekali beberapa obat dengan biaya berobat 0 rupiah (ditanggung askes semua). Pulang dari klinik, hujan deras! walhasil kami harus menunggu hujan reda. Beruntungnya kami, setelah hujan yang turunnya ga lebih dari setengah jam itu, jalan menuju tempat tinggal kami banjirrrr... suami sambil menahan rasa sakit terus menerjang jalanan yang saat itu lebih layak disebut sebagai sungai.

Sesampainya dirumah, aku langsung menyiapkan makan malam untuk suami ku dan menyuruhnya minum obat. Saat itu, aku tengah hamil 3 bulan dan baru saja selesai mengikuti diklat yang cukup menguras tenaga dan pikiran. Saking capeknya, aku ketiduran dan ga tau apa yang terjadi pada suami ku. Aku terbangun karena mendengar suara mengaduh dari suamiku. Aku kaget (sekaligus merasa bersalah karena ketiduran) dan semakin merasa bersalah ketika melihat kondisi suami. Dia sudah kesakitan, padahal suami ku adalah tipe orang yang ga pernah mengeluh walaupun sakit. Artinya, ketika dia mengeluh kesakitan, berarti sakitnya sudah tidak bisa ditahan. Aku melihat jam, tepat pukul 2 dini hari. Ketika aku tanya apa yang dirasa, dia menjawab bahwa perutnya sakit seperti ditusuk - tusuk. Sakitnya tuh disini! -bukan lagunya citatatata-(sambil nunjuk ulu hati, dan katanya kerasa sampai punggung). Katanya, sakitnya lebih daripada sore tadi.

Tanpa pikir panjang, aku langsung bawa suami ku ke rumah sakit terdekat. Jam 2 malam, aku bawa dia ke Rumah Sakit Suyoto (Veteran).... -to be continued-

Selasa, 24 Maret 2015

sebuah keniscayaan

Bagi kami yang bekerja di sebuah instansi yang memiliki beberapa kantor vertikal yang tersebar diseluruh Indonesia, mutasi adalah sebuah keniscayaan. Seperti yang terjadi baru - baru ini, mutasi bagi para pejabat eselon III sudah dilaksanakan. Dan kali ini, eselon III di Subdit ku ikut masuk dalam daftar pejabat yang dimutasi. Sedih?! pasti! gimana engga', beliau adalah sosok atasan yang sangat wise. "Kesehatan itu nomer satu mba Ambar, keluarga nomor dua, pekerjaan nomor sekian..." begitu yang selalu aku ingat dari prinsip yang beliau pegang. Tapi sekali lagi, mutasi bagi kami sama ibaratnya dengan kematian, tidak dapat dihindari dan suatu saat setiap kami pasti akan mengalaminya (mau mutasi internal maupun eksternal). 

Memiliki atasan dan teman - teman satu Subdit, bahkan satu Direktorat yang sudah seperti keluarga sendiri memang sangat menyenangkan dan menjadi satu hal yang patut untuk disyukuri. Disaat temen lain mengeluh dengan kondisi tempat dia bekerja, aku justru sangat bersyukur dengan lingkungan pekerjaan beserta orang - orang didalamnya. Menyenangkan, hangat, serius namun ga nyeremin, menantang tapi ga memaksa kita menjadi seorang workaholic!. Tapi sekali lagi, mutasi adalah keniscayaan, mutasi adalah satu hal yang pasti terjadi dan kami alami. 

Bukan saatnya untuk menjadi seorang yang melow karena pindahnya seseorang yang menjadi bagian penting dari Subdit ini. Beliau pasti akan lebih sukses ditempat yang baru, lebih bermanfaat dan menemukan keluarga baru yang sama bahkan lebih hangat, dan kasubdit yang baru untuk kami juga kami yakin sama bahkan lebih wise dari kasubdit yang lama. 

Selamat bertugas di tempat baru bapaaaak,, sering sering main kesini ya pak ahehehehe...


Senin, 02 Maret 2015

Ketika kau lahir.. anakku

Alhamdulillahirobbil'alamiin, satu lagi tahapan dalam hidup kembali aku jalani. Melahirkan! ya.. setelah kurang lebih satu tahun delapan bulan menikah, barulah Allah beri aku dan suami kepercayaan untuk bisa merasakan nikmatnya menjadi "calon" orang tua. Empat puluh minggu kurang tiga hari, malaikat kecil anugrah dari-Nya sudah nyata di depan mata ku. "Assalamu'alaikum.. Afkar..." begitu aku langsung menyapanya. Subhanallah, Walhamdulillah.. tiada henti aku ucap syukur kepada-Mu ya Rabb atas segala nikmat yang Engkau curahkan padaku.

Memang selama hamil, aku sama sekali ga pernah mempersyaratkan diriku untuk bisa melahirkan dengan cara blablablabla. Buat ku, yang terpenting bayiku sehat selamat, aku pun sehat selamat. Perkara metode kelahiran, aku sudah pasrahkan pada Allah. Dia lah yang menentukan, dan aku yakin semua yang nantinya terjadi adalah yang paling pas untuk ku. Ah.. memang aku ini paling malas untuk mencari tau segala macam metode - metode yang sedang nge-trend masa kini.

Benar saja, kamis malam selepas maghrib waktu aku sedang telpon suami, terasa ada sesuatu yang merembes di bagian "bawah" dan kejadian kaya gitu keulang lagi waktu sholat isya'. Ngerasa ada yang ga beres, aku langsung diperiksa sama ibu mertua (kebetulan emang rencana mau lairan sama mertua sendiri hehee), tapi memang saat itu belum ada pembukaan. Cek tekanan darah dan Woww.. kaget banget waktu tau tensi ku 140 ckckckck.. padahal biasanya 100/70 atau 110/80. Malamnya, perut kerasa ga nyaman, melilit yang timbul tenggelam dan tepat jam satu malam aku ngerasa kaya ngompol. Malu banget.. masa udah gede ngompol, ga berani gerak karena tiap gerak selalu aja banyak air keluar. Baru saat shubuh aku lapor sama ibu mertua. Dan bener aja.. pas itu aku tambah kaya ngompol, bener bener ga bisa ditahan keluar nya air itu, ternyata ketuban ku sudah pecah.

Semua memang terasa begitu cepat. Keputusan untuk melakukan operasi sesar diambil setelah 15 jam menunggu perkembangan pembukaan jalan lahir. Ternyata Afkar memang kepingin keluar lewat jendela bukan lewat pintu heheee. Alhamdulillah jam lima kurang seperempat sore Afkar lahir dengan berat 3,6kg dan panjang 48cm. Berat yang diluar perkiraan bunda nya. Bisa segendut itu anak bunda heheee. Afkar lahir disaksiin sama Eyang uti nya. Alhamdulillah Allah beri kemudahan buat bunda nya menjalani operasi dengan ditemani Eyang uti (biasanya ga ada yang diperbolehkan masuk ruang operasi lho). Jadi dalam keadaan setengah bius, masih ada yang membimbing dzikir, Alhamdulillah..

Afkar Fariz Muqorrobien,, anak yang berfikiran luar biasa yang dekat dengan Tuhannya. Begitu ayah bunda memberi nama mu nak, tumbuh lah menjadi anak sholih sesuai dengan arti nama mu. Bareng - bareng sama ayah sama bunda kita belajar ya nak.. insyaAllah..


Afkar Fariz Muqorrobien